Oleh : Abdurrahman Sayuti, S.H
(Advokat Muda Jambi)
Hingga hari ini masih bergulirnya proses pemeriksaan permohonan perkara di Mahkamah Konstitusi, walaupun belum ada nomor registrasi perkara. Timses, pendukung dan simpatisan masih menyimpan harapan bagi Pasangan Calon (Paslon) Kepala Daerah dari Jambi yang mengajukan gugatan. Setidaknya, ada dua Paslon yakni CE-RATU dan FIKAR-YOS yang mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Bagaimana tidak, selisih suara yang sangat tipis antara Kandidat CE-RATU (Pemohon) dan HARIS-SANI (Pihak Terkait) pada Pilgub Jambi dan FIKAR-YOS (Pemohon) dan AHMADI ZUBIR- ALVIA (Pihak Terkait). Selisih suara CE-RATU dan HARIS SANI hanya selisih sebanyak 11.418 suara sedangkan FIKAR-YOS dan AHMADI-ALVIA hanya selisih sebanyak 1.613 suara.
Jika melihat dari selisih suara Paslon tersebut di atas, untuk selisih penghitungan suara, rasanya sangat sulit untuk diperdebatkan, mengingat masing-masing pihak sudah memegang hasil penghitungan dan dipastikan hasil hitungan masing-masing tidak berbeda. Walaupun objek dalam permohonan di Mahkamah Konstitusi adalah selisih hasil rekapitulasi penghitungan suara tetapi penulis menilai bukan itu yang menjadi target dari gugatan Pemohon. Jika dicermati petitum (tuntutan) Pemohon pada gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi akan diperoleh dalam petitum tersebut Pemohon memuat petitum untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Bicara PSU sendiri, beberapa waktu yang lalu, di Propinsi Jambi telah dilakukan PSU pasca Pilkada serentak Tanggal 9 Desember 2020, di antaranya PSU dilakukan di beberapa TPS di Kabupaten Batang Hari, Bungo, Merangin dan Sungai Penuh. Harapan PSU dari CE-RATU (Pemohon) tersebut, menurut penulis karena menganggap selisih 11. 418 suara untuk Pilgub Jambi bukanlah jumlah yang sulit untuk dikejar jika beberapa Kabupaten atau beberapa Kecamatan dikabulkan Mahkamah Konstitusi untuk PSU. Begitu juga bagi FIKAR-YOS (Pemohon) selisih 1. 613 suara untuk Pilwako Sungai Penuh bukanlah jumlah yang sulit untuk dikejar jika beberapa Kecamatan atau Desa dikabulkan Mahkamah Konstitusi untuk PSU.
Jika merujuk pada aturan PSU dalam Undang-Undang Pilkada, PSU hanya dapat dilakukan jika terjadi gangguan keamanan atau bencana alam, kesalahan prosedur pencoblosan, pencoblosan lebih dari satu kali oleh pemilih atau mencoblos tanpa hak, kekurangan surat suara.
Dalil-dalil tersebut di atas, sebagian menjadi dalil Pemohon dalam gugatannya di Mahkamah Konstitusi. Apakah akan dilakukan PSU terhadap daerah-daerah lain? Mengingat secara prosedur penyelenggara telah melakukan PSU di Jambi beberapa waktu yang lalu sebelum ada petitum Pemohon atau perintah Mahkamah Konstitusi.
Menurut penulis, KPUD (Termohon) akan menjadikan PSU yang telah dilakukan beberapa waktu lalu, sebagai dalil bantahan atas dalil-dalil Pemohon untuk melakukan PSU. Termohon akan menjelaskan bahwa mereka telah lebih dahulu melakukan PSU sesuai dengan mekanisme dan prosedur, Termohon telah mengakomodir hak dari pemilih dan tidak akan melakukan PSU lanjutan.
Meskipun demikian, Mahkamah Konstitusi berdasarkan kewenangannya dapat memerintahkan Termohon untuk melakukan PSU. Inilah yang dianggap menjadi celah bagi Pemohon sehingga dalil-dalil dalam gugatan dan petitum dimasukkan untuk dilakukan PSU. Segala kemungkinan bisa saja terjadi sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi, baik Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait harus mengantisipasi itu semua.