Perang Dagang Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok dan Dampaknya Bagi Indonesia

Iklan
Perang Dagang Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok dan Dampaknya Bagi Indonesia
Perang Dagang Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok dan Dampaknya Bagi Indonesia

Perang Dagang Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok dan Dampaknya Bagi Indonesia

Oleh : Sheira Firda Rumanda

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (Cina) dimulai saat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menaikan bea Impor panel surya dan mesin cuci sebesar 30 persen dan 20 persen pada 22 Januari 2018. Sejak saat itu secara bertahap terjadi kenaikan bea impor barang barang Cina yang masuk ke Amerika Serikat. Cina pun tak tinggal diam, ia juga menaikkan tarif untuk beberapa komoditi seperti olahan daging babi dan scrap aluminium. Selain itu Cina juga melaporkan kepada WTO terkait bea impor baja dan alumunium pada April 2018. Dengan berbagai kebijakan ini, pada Mei 2018 diselenggarakan pertemuan antara Cina dan Amerika Serikat di Beijing. Tetapi, hasil pertemuan pun tidak menemukan titik terang dari permasalah mereka. 

Pasca pemerintahan Donald Trump yang digantikan oleh Joe Biden, ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina pun tak kunjung usai. Pada Juli 2021 Departemen perdagangan Amerika Serikat memasukkan 23 perusahaan Cina ke dalam daftar hitam karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Adapun pelanggaran HAM yang dimaksud adalah etnis minoritas China, muslim Uighur, Kazakh dan lainnya, di provinsi Xinjiang.

Menteri Perdagangan Amerika Serikat Gina Raimondo mengatakan bahwa Departemen Perdagangan berkomitmen kuat untuk mengambil tindakan tegas, menargetkan entitas yang memungkinkan pelanggaran HAM di Xinjiang atau yang menggunakan teknologi Amerika Serikat untuk mendorong upaya modernisasi militer China yang tidak stabil.

Dalam laporan CNBC International, Minggu (11/7/2021), perusahaan tersebut antara lain China Academy of Electronics and Information Technology, Xinjiang Lianhai Chuangzhi Information Technology Co, Shenzhen Cobber Information Technology Co, Xinjiang Sailing Information Technology. Ada pula Beijing Geling Shentong Information Technology, Shenzhen Hua'antai Intelligent Technology Co, dan Chengdu Xiwu Security System Alliance Co.

Tak tinggal diam, pemerintahan Xi Jinping pun mengecam keras kebijakan Amerika Serikat tersebut. 

Menurut Kementrian Perdagangan Cina, Amerika Serikat melakukan pelanggaran serius terhadap ekonomi dan perdagangan internasional.

Perseteruan yang terjadi antara China dan Amerika Serikat ini bisa menjadi peluang dan ancaman bagi perekonomian Indonesia. Cina menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke Cina sebagian besar disumbangkan oleh komoditas mentah seperti mineral (besi atau baja) yang merupakan bahan dasar dalam industri elektronik. Industri elektronik sendiri merupakan salah satu komoditas yang dikenai bea cukai cukup tinggi oleh Amerika Serikat. Jika terjadi penurunan penjualan, tentu berimbas pada ekspor Indonesia terhadap Cina. 

Salah satu solusi nya adalah Indonesia harus bisa mengelola bahan mentah tadi menjadi sebuah produk yang bisa di pasarkan. Untuk membangun itu, diperlukan dana yang cukup besar. Hal ini bisa ditutupi dengan masuknya investor asing. Apalagi banyak investor Amerika Serikat yang menarik investasi mereka dari Cina. Hal ini tentu menjadi peluang besar bagi Indonesia. Tetapi satu hal yang menjadi Pekerja Rumah Besar bagi Indonesia karena regulasi yang kita miliki belum memadai sehingga terjadi ketakutan tersendiri bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Iklan