Penerapan EBT di Pedesaan Urgen untuk Pelayanan Publik

Iklan
Penerapan EBT di Pedesaan Urgen untuk Pelayanan Publik
Penerapan EBT di Pedesaan Urgen untuk Pelayanan Publik

SAPAJAMBE.COM, Jakarta – Ombudsman RI mendorong penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam pelayanan publik. Demikian disampaikan Anggota Ombudsman RI Hery Susanto dalam Diskusi Publik Optimalisasi Pemberdayaan Peran Desa dalam Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Mewujudkan Net Zero Emission di Gedung Makarti Kementerian Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal, Jakarta, pada Kamis (6/3/2025).

EBT terdiri dari dua kategori, yaitu energi baru seperti hidrogen dan nuklir, serta energi terbarukan seperti energi surya, air, dan lainnya. Menurut Hery, penerapan EBT dalam pelayanan publik tidak hanya meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan, tetapi juga mempercepat transformasi menuju pemerintahan yang lebih hijau.

“Dengan dukungan kebijakan yang tepat, EBT dapat membantu meningkatkan kualitas layanan publik serta menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat,” kata Hery.

EBT memiliki beberapa keunggulan, di antaranya ramah lingkungan, sumber daya berlimpah, dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Namun, penerapannya juga menghadapi tantangan seperti investasi awal yang besar, ketergantungan pada kondisi alam, dan kapasitas penyimpanan energi yang terbatas.

Lebih lanjut, Hery menyoroti bahwa persentase penggunaan EBT terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih belum mencapai target yang ditetapkan. Ia berharap EBT dapat masuk ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang kebanyakan wilayah pedesaan. “Listrik masuk daerah 3T, maka pelayanan publik juga akan meningkat. Produktivitas pun akan tercipta,” tegas Hery.

Menurut Hery desentralisasi EBT untuk desa yang masuk kawasan hutan dan 3T itu perlu dilakukan, sebab sulit terakses infrastruktur listrik maka pengembangan EBT bisa menjadi alternatif.


Potensi EBT di Desa

Wakil Menteri Desa Ahmad Riza Patria menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat besar, tetapi pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Menurutnya, desa-desa harus memanfaatkan EBT dan menjadi desa mandiri energi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kemandirian energi desa sudah tidak bisa ditunda lagi. BUMDes harus menjadi pengelola energi di desa,” ujar Riza.

Kemandirian energi akan menjadi program prioritas Kementerian Desa. “Dengan energi yang mandiri, industrialisasi pedesaan akan semakin berkembang dan kesejahteraan masyarakat desa bisa terwujud,” katanya. Ia menambahkan bahwa beberapa langkah sistematis yang diperlukan dalam penerapan EBT di desa mencakup penyusunan regulasi, peningkatan infrastruktur dan akses teknologi, serta penguatan sistem informasi dan monitoring.

Dengan potensi besar dan tantangan yang ada, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci dalam mewujudkan desa mandiri energi berbasis EBT

Senada dengan itu, Direktur Distribusi PT PLN  Adi Priyanto menambahkan bahwa EBT menjadi tantangan bagi PLN karena dapat menyediakan sumber energi yang lebih murah. “Desa memiliki potensi besar dalam pemanfaatan EBT. Namun demikian, PLN memiliki target untuk melistriki seluruh desa di Indonesia dalam lima tahun ke depan,” jelasnya.  

Menurut Adi, pihak PLN akan menindaklanjuti dengan pemerintah terutama melalui Kemendes guna pengembangan listrik di kawasan pedesaan.

"PLN bersama Kementerian ESDM telah menyusun dan menyepakati roadmap program Listrik Desa (LISDES) untuk mencapai Rasio Desa Berlistrik 100%," ujarnya.

Adi menjelaskan bahwa PLN dan Kementerian ESDM menghadirkan APDAL (Alat Penyalur Daya Listrik) dan SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik) untuk membuka akses listrik di wilayah terpencil. APDAL berfungsi sebagai baterai portabel yang menyimpan daya, sementara SPEL memanfaatkan energi surya untuk mengisi ulangnya.

Sementara itu, Guru Besar IPB University Prof. Sofyan Sjaf menegaskan bahwa EBT adalah bagian penting dari sumber daya desa yang harus dikelola secara optimal. “Kekuatan ekonomi desa harus dikelola dengan baik oleh lembaga desa agar pemerataan kesejahteraan dapat terjadi,” katanya. Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat desa tentang nilai ekonomi EBT.

Turut hadir sebagai narasumber lainnya Staf Ahli Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi, Biko Wisantosa dan Saputra Malik selaku Asisten KU V ORI. (NI)

Iklan