Oleh
Gerry, S.Ap, M.I.Kom
(Penikmat Komunikasi Politik,
Wakil Ketua KNPI Tanjab Barat)
Pemilihan Serentak 2020 memasuki putaran akhir dengan berakhirnya masa kampanye, Minggu, 5 Desember 2020. Saat ini Pilkada memasuki masa tenang, masa krusial bagi penyelenggara pemilu untuk merampungkan segala hal yang dibutuhkan demi suksesnya pemilu dan terjaganya kepercayaan publik.
Masa tenang juga memberikan kesempatan para pemilih untuk mempertimbangkan semua informasi terkait para calon pemimpin yang akan mereka pilih pada hari pemungutan suara.
Agar masa tenang tidak berubah jadi kegaduhan semua pihak yang terkait dengan pilkada mulai dari calon kepala daerah, para elite, tim sukses dan masyarakat pendukung harus diingatkan agar tidak terjadi gesekan. Termasuk media yang memiliki kekuatan dalam membentuk citra politik.
Iyengar dan Kinder (2010) mengemukakan bahwa agenda media dapat mempengaruhi perilaku pemilih saat pemungutan suara. Maka selama masa tenang ini sudah seharusnya media, terutama yang menjadi pendukung pasangan calon untuk menghormati masa tenang.
Masa tenang seharusnya dijadikan oleh para pihak yang berkontestasi terutama para kandidat untuk cooling down. Apresiasi layak kita berikan pada para kandidat yang dengan usaha maksimal secara materil dan mental mengkampanyekan diri di tengah tekanan, cacian dan mungkin juga fitnah.
Hasil akhir tentunya ditentukan oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan legitimasi kekuasaan bagi siapapun yang akan dipilihnya menjadi pemimpin daerah ke depan. Harus disadari dalam kompetisi hanya ada satu pemenang. Karenanya butuh kedewasaan untuk mengendalikan diri dan pendukung saat salah satu dari kandidat belum mendapat kepercayaan rakyat. Sesuai komitmen yang diikrarkan di awal tahapan pilkada, siap menang dan siap kalah.
Untuk para tim sukses atau relawan diharapkan memahami bahwa dalam demokrasi kita harus menghormati perbedaan. Pilkada 2020 yang berlangsung di masa pandemi dan era web 3.0 ini menjadikan saluran komunikasi politik jadi beragam dengan memanfaatkan media sosial sebagai medan pertempuran.
Di media sosial para user tidak hanya sebagai penerima informasi namun juga sekaligus sebagai produsen informasi. Sehingga perang narasi tidak bisa terelakan, bahkan mungkin terjadi kampanye negatif dan kampanye hitam. Maka jadikanlah masa tenang ini sebagai momentum refleksi atas berbagai tindakan yang selama ini di ekspresikan.
Kemudian yang tak kalah penting di antisipasi di masa tenang ini adalah politik uang (money politics). Money politics adalah musuh terbesar dalam ajang pemilihan. Kita masih berjuang untuk membebaskan negeri ini dari politik uang. Sudah selayaknya kita mulai belajar menahan godaan politik uang dalam pilkada kali ini.
Sudah saatnya kita menempatkan idealisme dalam menentukan pilihan politik. Karena bila kita mempertahankan politik uang, ongkos politiknya sangat mahal. Jangan sampai kita mempertaruhkan masa depan daerah demi selembar atau dua lembar uang.
Masa tenang saat ini menjadi ajang pembuktian apakah demokrasi di negeri ini bisa bebas dari fanatisme sempit dan politik uang. Mari kita beri kesempatan kepada penyelenggara pemilihan baik itu KPU, Bawaslu serta para pihak terkait pemungutan suara untuk melaksanakan tugas dalam penyelenggaraan pilkada.
Terakhir, mari kita hormati masa tenang dan beri kesempatan kepada pemilih untuk bisa menentukan pilihannya dengan tenang. Kesempatan sudah diberikan kepada semua pihak untuk berikhtiar meyakinkan pemilih. Selanjutnya giliran rakyat memastikan kepada siapa kekuasaan akan diberikan. Selamat memilih Kepala Daerah.