Pemilu dan Politik Edukasi
Oleh: Riyandi Kurniawan
Politikus bisa busuk, tapi politik tetap hal yang suci, sebagaimana Agama-wan juga bisa menyimpang, tetapi Agama tetap luhur”
Berpolitik merupakan hal yang suci, keinginan untuk berpolitik merupakah fitrah yang ada pada diri setiap manusia. Orang yang mengatakan tidak berpolitik atau anti politik sekalipun pada hakikatnya ia juga telah berpolitik, sebagaimana mereka yang golput dalam pemilu mengatakan “ini juga pilihan!”, atas dasar inilah tidak ada Negara atau institusi manapun yang melarang warganya untuk berpolitik, sekali lagi karena politik itu luhur. Dalam politik tersimpan banyak kebaikan, persaudaraan dan cinta.
Kasus penyimpangan moral yang dilakukan oleh segelintir anggota Dewan tidak bisa kita jadikan legitimasi untuk mengatakan semua pilitikus itu busuk. Pengelolaan isu ini secara tidak proporsional justru bisa membuat masyarakat antipati dengan politik itu sendiri.
Dalam kondisi seperti ini masyarakatlah sebenarnya yang menjadi korban. Pemberitaan tentang masalah apa saja yang menyangkut anggota dewan seharusnya dikemas dengan baik sehingga bisa menjadi pembelajaran politik.
Kembali berkaca masa lalu dari Pemilu 2004, saat itu gencar sekali isu politisi busuk dikampanyekan oleh para politisi yang meng-klaim dirinya “wangi”. Akan tetapi masyarakat awam justru terjebak dengan men-generalisasikan bahwa politik dan politikus itu sama-sama busuk, sehingga layak dijauhi.
Akhirnya tingkat kesadaran politik masyarakat saat ini justru semakin melemah, bandingkan dengan sebelum reformasi, saat itu kesadaran kelompok-kelompok sipil justru lebih baik ketimbang situasi hari ini.