Oleh : Tasya Ramadhani
Semua bermula ketika VOC secara resmi dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800. Nusantara yang semula dibawah naungan VOC kini menjadi milik pemerintah Belanda dan hanya sedikit mengalami perubahan politik.
Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2008) menuliskan bahwa perubahan kuasa dari VOC ke pemerintah Belanda hanyalah perubahan kecil, sebab personel-personel yang memegang jabatan masih tetap sama dan mereka juga masih mengikuti cara-cara lama.
Terlepas daripada itu, kondisi Hindia Belanda sejak runtuhnya VOC (1799) sampai runtuhnya Hindia Belanda (1942) mengalami berbagai macam intrik politik yang didasari atas perubahan tensi politik global dan lokal.
Perubahan tensi global dan lokal tersebut menghasilkan lahirnya berbagai macam kebijakan-kebijakan baru terhadap negeri koloni. Bukan saja kebijakan baru, melainkan wajah kuasa baru terhadap negeri koloni, misalnya dengan hadirnya Inggris dan Jepang.
Menurut Reinhart setelah diberlakukannya Regeerings Reglement (RR) atau undang-undang dasar yang mendirikan negara kolonial Hindia Belanda pada Desember 1818, perkembangan Hindia Belanda memunculkan empat tahapan perubahan. Pertama, Tahapan cultuurstelser atau tanam paksa (1830-1970). Kedua, Tahapan liberal atau politik pintu terbuka pasca Undang-Undang Agraria 1870 yang memperbolehkan sewa tanah oleh pihak swasta hingga 1900. Ketiga, tahapan etis pada saat pidato Ratu Wilhemina pada 1901 hingga akhir 1920. Keempat, tahapan politik reaksioner sejak 1930 hingga kejatuhan Hindia Belanda pada 1942.
Terjadinya perubahan-perubahan tersebut bukan hanya berpengaruh terhadap dinamika politik Hindia Belanda, tetapi berpengaruh juga terhadap taraf hidup masyarakat koloni yang semakin terpuruk.
Menurut Sejarawan Reinhart, Pertautan antara kritik humanis dan kemenangan liberal pada akhirnya membuka pintu negara kolonial untuk investasi kaum liberal atau disebut sebagai politik pintu terbuka, politik pintut terbuka yang disebabkan oleh hadirnya Undang-Undang Agraria 1870 menyebabkan terjadinya sewa tanah oleh pihak swasta yang lebih eksploitatif dan membuat permasalahan hidup bumiputra semakin kompleks, hak atas tanah bumiputra tergerus sangat tidak sesuai dari tujuan awal untuk memajukan bumiputra.
Alih-alih bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat bumiputra, kebijakan ini menimbulkan kesengsaraan di hampir seluruh wilayah Hindia Belanda karena eksploitasi sudah mencapai pulau diluar jawa.
Dengan demikian, dimulailah suatu era baru yang dilihat dari kacamata Indonesia disebut sebagai kebangkitan nasional. Meminjam istilah sejarawanVlekke dalam Nusantara : Sejarah Indonesia (2016), era baru ini disebut sebagai era akhir dari suatu koloni dan lahirnya suatu bangsa. Pada era ini dimulai semangat baru dari kesengsaraan ke kebangkitan nasional.
Munculnya berbagai macam organisasi dan partai politik menandai semangat zaman atas era ini hingga Indonesia merdeka tahun 1945, perubahan politik yang cukup berarti terjadi pada akhir dekada 1940-an, ketika pemerintah Hindia Belanda harus mengalami nasib yang cukup berada di ujung tanduk.
Hindia Belanda harus runtuh ketika Jepang secara resmi mulai menjajah Indonesia pada 8 maret 1942. Sejarawan Onghokham dalam Runtuhnya Hindia Belanda (1990) menyebutkan dua penyebab runtuhnya negara kolonial Hindia-Belanda, yaitu ketidakpuasan bumiputra dan ekspansi militer Jepang yang tidak terbendung.
Itulah pengambaran situasi koloni dan perubahan-perubahannya secara garis besar.Salah seorang kawan dunia maya saya, pernah mengatakan bahwa periode Kolonialisme memiliki "Warisan" yang cukup menarik sebagai bahan refleksi atas isu-isu kekinian dan menyertai kita sampai saat ini.